Langsung ke konten utama

Senja Dibalik Kelabu Oleh Muhammad Raditya Chalizi

 


Usia remaja, banyak orang orang bilang bahwa masa masa dimana manusia sangat membenci aturan, menganggap semua yang dilakukannya benar dan mungkin membenarkan segala sesuatu yang pada hakikatnya sesuatu itu salah,hal-hal seperti itu pasti terjadi pada setiap orang,dan aku salah satunya korbannya.

Namaku Radit, saat itu usiaku lima belas tahun, disaat teman temanku sudah sibuk memikirkan dimana mereka akan melanjutkan sekolah, aku seorang diri masih bingung memikirkan “Apakah hanya sekolah berkualitas yang menghasilkan murid-murid berkualitas? Ataukah murid berkualitas yang membuat sekolahnya berkualitas? ”

Dari pemikiran itu mungkin banyak orang-orang berfikiran bahwa aku adalah orang yang aneh, layaknya ingin berenang di lautan dan berkata “apakah lautan itu dalam?”

 Aku sempat mengkikuti tes masuk disalah satu madrasah di kotaku dan BOOM… dengan hanya bermodalkan nekat, aku pun diterima, tapi sayangnya orang tuaku tidak mengizinkanku dan telah lebih dulu mendaftarkanku di salah satu sekolah yang berada jauh dari pusat kota. Jujur aku tidak sedikitpun menyesal dengan keputusan itu, karena aku berfikir bahwa restu orang tua itu sangat berharga, lagian tugasku kan hanya sekolah, belajar atau tidaknya yaa… urusan belakangan.

Juli 2020, hari dimana aku pertama kali menjadi murid sekolah menengah atas, disaat itu sistem belajar masih dangan cara jarak jauh. Tidak ada yang sepesial, terasa hampa, dan aku merasa bahwa sekolah ini tidak seperti sekolah pada umumnya, dimana saat guru bertanya disana ada murid yang menjawab.

Di laptopku hanya terdengar suara guru yang menjelaskan pelajaran tanpa ada murid yang ingin bertanya ataupun menjawab, disaat guru mempersilahkan murid murid untuk memberikan suara, disaat itulah ruangan zoom kelas terasa sangat hampa, aku kira itu hal yang wajar karena saat itu pembelajaran yang dilakukan tidak efektf, dan muncul pemikiran baru di dalam kepalaku

“Jika kemajuan teknologi membuat manusia menjadi manusia pemalas artinya kemajuan teknologi harus dihentikan untuk menyelamatkan manusia dari sifat malas.”

Satu bulan dengan pembelajaran yang membosankan pun berlalu, sekolah sudah mengeluarkan suar izin untuk melakukan pembelajaran tatap muka, lagi dan lagi aku berfikir bahwa mengapa saat mendengar kata sekolah, aku hanya terpikirkan akan sebuah tempat yang membosankan.

Satu malam sebelum masuk sekolah, orang tuaku sibuk menyuruhku mempersiapkan barang-barang untuk perbekalanku saat disekolah

“Kalo abang nanti sekolah bakalan sepi dong rumah kita” ujar ibu membuka topik sambil membantu mengemasi barang barangku

“Nanti kan juga bisa kunjungan bu, lagian kan cuma beberapa bulan ntar juga pulang” balasku sambil tersenyum

“yahh… kan itu kan bukan waktu yang sebentar bang”

“iya deh iya, ntar bisa telponan, tapi kalo ibu kangen nanti telpon aja kepala sekolahnya suruh abang pulang” jawabku sambil bergurau.

Percakapan bersama ibu pada malam itu adalah percakapan paling hangat yang pernah kurasakan, tapi barang-barangku sudah selesai dikemas, dan percakapan hangat bersama ibu pun juga ikut selesai.

“Nanti di sekolah jangan nakal ya,belajar yang giat dan jangan lupa berdoa sebelum abang mau ngelakuin sesuatu supaya segala sesuatunya nanti bisa dipermudah sama Allah disana” ujar ibu sebelum benar benar menutup percakapan

Hari itu pun telah tiba, aku bangun dan bersiap lebih pagi dari biasanya karena jarak dari rumahku ke sekolah tidak bisa dibilang dekat. Ayah, ibu, serta adikku pun juga tidak kalah bangun pagi hanya demi mengantarkanku ke sekolah

Kami berangkat sebelum matahari menampakkan dirinya, banyak rumah warga yang kami lewati, aku suka membayangkan posisiku berada di dalam rumah-rumah mereka, memang rumahnya tidak besar tapi aku sangat membayangkan besarnya kehangatan yang berada di dalamnya.

“Kamu nanti bakal bertemu sama teman-teman dari berbagai daerah jadi usahain beradaptasi sama mereka.” ujar ayah sambil fokus mengendarai mobil

“Jangan lupa juga buat atur egonya bang, ngga setiap orang punya pemikiran yang sama seperti abang, jadi belajar buat terima semua masukan ya.” Tambah ibu

Aku hanya mengangguk sambil memperhatikan rumah-rumah warga yang telah dilewati.

Beberapa menit kemudian aku sampai di sekolah, murid-murid baru dibariskan di lapangan dan para orang tua murid dikumpulkan di atu tempat untuk mengikuti rapat orang tua, aku bertemu banyak orang dan benar sepert kata ayah, aku tidak hanya bertemu orang orang dari daerah dan kota ku saja, tetapi aku juga bertemu dari teman teman dari kota lain. Mungkin kalian pasti berfikir aku adalah orang yang superaktif dan percaya diri, tetapi sifat sifat itu tidak ada di dalam kamusku dahulu

Memasuki Sekolah Menengah Atas, aku adalah salah satu orang yang pendiam, tidak suka dengan keramaian, dan sering mementingkan ego sendiri dibandingkan orang lain. Beruntungnya salah satu murid juga berasal dari SMP negeri layaknya diriku, dari sanalah aku mulai berfikir bahwa aku tidak sendirian, karena yang aku tahu sekolah ini memiliki sekolah menengah pertama juga, jadi ada sebagian siswa yang sudah saling mengenal dikarenakan bersekolah di SMP yang sama.

Sesi perkenalan diri pun di mulai, satu per satu siswa mulai maju dan memperkenalkan diri , dan di saat diriku memperkenalkan diri, aku merasa bahwa aku memang benar benar tidak bisa beradaptasi dengan murid-murid di sekolah ini, karana disaat aku maju memperkenalkan diri aku melihat bahwa, mereka yang telah saling mengenal hanya asik mengobrol bersama, sedangkan yang pendiam malah dibiarkan sendiri begitu saja, layaknya sekolah hanya untuk mereka yang saling mengenal saja, dan di saat ada salah satu murid yang maju melakukan kesalahan maka mereka menyorakinya secara bersamaan.

Setelah semua murid memperkenalkan diri, saatnya guru-guru memperkenalkan diri dan menjelaskan tata tertib di sekolah ini, jujur aku tidak terlalu menyukai tata tertib sekolah,karena dari pengalamanku, sebanyak apapun aturan yang dibuat, pasti ada saja siswa yang melakukan pelanggaran bahkan berulang kali.

Beberapa jam berlalu, sesi perkenalan diri dan penjelasan tata tertib selesai. Kami di berikan beberapa lembar modul dan buku tata tertib untuk dipelajari dan kami pun di perbolehkan bertemu dengan orang tua kami untuk bersalaman dan mengantarkan mereka pulang.

“Belajar yang baik ya bang, jangan nakal-nakal di sini.” Ucap ibu sambil memberi salam perpisahan

Ayah dan adikku tidak berkata-kata lagi, mungkin semua yang ingin disampaikan oleh ayah, telah tersampaikan di perjalanan menuju tempat ini. Setelah memberikan salam perpisahan, ayah, ibu, dan adikku naik keatas mobil dan perlahan suara mobil mulai menjauhi sekolah. Di saat itulah kisah senang, sedih, gelisah dan seluruh perasaan yang berada di sekolah itu dimulai.

26 Agustus 2020, hari pertama sekolah melakukan pembelajaran efektif, aku dan seluruh warga asrama di bangunkan pukul tiga pagi, mempersiapkan segala perlengkpan sekolah dan juga perlengkapan untuk kegiatan sehari penuh. Setelah aku mempersiapkan perlengkapan, aku langsung menuju ke kamar mandi, antrian panjang kamar mandi pukul tiga pagi sepertinya sudah menjadi hal biasa disini, tetapi yang lebih menyenangkan adalah meihat murid-murid mengobrol dan saling tertawa di dalam antrian sepanjang ini. Aku hanya berfikir “sepertinya aku nggak bisa ngikiutin topik mereka, yaa… mungkin karena belum ada yang aku kenal juga kali, ditambah nanti dibilang sok asik kalo tiba-tiba buka suara.” Jadi aku memilih untuk tetap diam, sampai salah murid datang

         “hoi dit, masih ingat nggak sama aku?”

Aku sepertinya masih mengenal suara itu, saat aku menoleh ke antrian belakang, aku ingat dengan orang itu. Dia desta, teman satu sekolah sewaktu aku masih sekolah dasar,

“Oii Des, udah lama ngga ketemu, perasaan dulu badanmu masih kecil.” ujarku sambil bergurau

         “Ishh ngga lah, kan aku juga tumbuh.”

Sebelum aku mengalihkan topik untuk bertanya kepadanya tentang masa SMP, senior kami memperingatkan bahwa giliranku untuk masuk ke dalam kamar mandi, dan senior kami pun mengkingatkan durasi memakai kamar mandi hanya dua hingga 5 menit, jujur aku sedikit kaget dengan peraturan itu, mungkin karena ini kali pertama aku merasakan kehidupan asrama, dan Alhamdulillah tidak sampai lima menit aku sudah keluar dari kamar mandi dan bergegas kembali ke asrama.

Setelah aku masuk ke kamar, aku cukup kaget dengan keadaan kamar itu, kotor, berantakan, dan tumpahan makanan dimana mana, padahal ini baru hari kedua aku berada di asrama, aku sudah berprasangka buruk karena dari firasatku selama masa orientasi siswa beberapa hari yang lalu, aku berfirasat bahwa murid-murid lama dari sekolah ini bisa dikatakan murid-murid yang sedikit nakal karena saat guru memperingatkan mereka, mereka malah membalas perkatan guru-guru tersebut. Entah aku yang tidak terbiasa atau memang sudah menjadi kebiasaan di sekolah ini, karena sepengalamanku di smp, guru akan bertindak lebih keras apabila kami menjawab perkataan mereka. Tapi yah sudahlah, aku memutuskan untuk membereskan kamar itu.

Jam apel pagi di mulai pukul enam lewat tiga puluh, jadi setiap murid diharuskan keluar dari asrama pukul enam pagi, sebelum pergi ke lapangan kami berkumpul dahulu di tempat makan, lagi dan lagi aku tidak memiliki teman untuk di ajak mengobrol, hanya Desta teman satu-satu satunya yang aku kenal dan di depan mataku telah berkumpul murid-murid lama, mereka hanya berkumpul bersama mereka, tidak terpikir oleh mereka untuk mengobrol dengan kami para murid baru. Saat makanku hampir selesai ada seseorang yang tiba-tiba menyapaku

“Eh, kau dari SMP negeri juga tu ya, salam kenal aku Vikrom yang samaan dari smp negeri juga.”

“Eh… iya salam kenal juga, aku radit, dari kamar sebelah kamarmu.”

Aku sering melihat dia di asrama, dan kamarnya pun bersampingan dengan kamarku. Jujur aku sedikit iri saat melihat kondisi kamar mereka saat pertama kali masuk asrama, mereka telah saling mengenal satu sama lain, dan tidak ada perbedaan diantara mereka. Menurutku memiliki teman-teman yang dapat membuat kita beradaptasi adalah sebuah hal yang istimewa di sekolah ini. Sambil menerka-nerka, aku berpikir sepertinya dia berasal dari luar kota, karena bahasa yang kami gunakan sebagian besar kami memakai bahasa daerah daripada bahasa indinesia.

“Aku dari luar kota, mungkin agak sulit bicara pakai bahasa indinesia nya, jadi maaf ya kalo misalnya ada kata-kata ku yang mungkin ngga berkenan.” jawabnya sambil sedikit tertawa

“Gapapa, kami juga di kota ngga pake bahasa indonesia melulu,biasanya juga pake bahasa daerah.” ujarku, ternyata dugaanku benar

Sambil menghabiskan makanan aku bertanya kepadanya masalah SMP seperti yang ingin kutanyakan kepada desta kemarin

“Jadi gimana rasanya ngubah haluan dari yang awalnya sekolah pulang cepat jadi sekolah asrama?”

“Ga terlalu sulit sih, soalnya dulu aku waktu SMP juga punya kebiasaan kek gini, Cuma yang agak sulitnya pisah sama orang tua. Yaa… mungkin aku juga udah terbiasa hidup sama orang tua jadinya gitu.”

“Oh mungin gara-gara masih awal aja kali tu makanya kita belum terniasa, mungkin ntar lama kelamaan pasti terbiasa.”

Bel tanda akan dimulai apel pagi telah berbunyi, para guru-guru kami pun menyuruh kami untuk cepat menuju ke lapangan, mereka mulai berhitung dari satu hingga sepulu, apabila hitungan telah lewat dari sepuluh maka murid-murid yang belum masuk ke lapangan terhitung terlambat.

Pukul tujuh lewat sepuluh menit, aku mulai merasa apel pagi ini sangat membosankan, tetapi hal yang anehnya, para murid-murid lama sudah mulai mengobrol bersama kami, kami berkali-kali diperingatkan guru untuk diam, tetapi para murid-murid lama itu seperti tidak mendengarkan kata-kata guru. Aku tidak tahu apakah mereka memang benar-benar ingin mengajak kami untuk mengobrol atau hanya menjadikan kami bahan candaan diantara topik pembicaraan mereka, karena aku merasa dipermainkan saat berbicara dengan mereka. Tetapi aku teringat kata kata ayah kalo mereka itu berasal dari berbagai daerah, jadi mungkin caraku dan cara mereka berbeda. Percakapan bersama mereka pun berakhir saat jam apel pagi selesai, sungguh perkenalan diri di waktu yang tidak tepat, tapi mungkin bakal perkenalan diri di kelas lagi kan. Setidaknya aku udah kenal dengan sebagian orang disini.

Jam pertama di kelas di bimbing oleh wali kelas kami sendiri, jam pertama diisi dengan perkenalan teman-teman di kelas dan juga perkenalan dengan wali kelas. Tidak ada yang special, perkenalan ini sama seperti perkenalan sekolah pada umumnya.

“Saya sebagai wali kelas kalian dan pengajar guru bahasa arab di kelas ini, jadi tolong kuasai bahasa arab supaya kalian dapat berkomunikasi dengan saya ya, mungkin itu wajib untuk kelas ini, karena yang membimbingnya kan saya sendiri, oke?”

“oke pak” jawab para murid-murid

Aku tidak berasal dari sekolah yang tidak memiliki kemampuan dasar bahasa arab, aku hanya berasal dari sekolah negeri, jadi aku kira normal saja kalo semisalnya aku berkomunikasi dengan guru bahasa arab menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi guru itu berkata bahwa seluruh siswa diwajibkan untuk bisa berkomunikasi dengan bahasa arab dalam dua bulan kedepan jadi tidak ada pengkhususan.

Jam perkenalan telah usai, diganti dengan jam pelajaran, aku kira hari ini akan penuh dengan refreshing karena kondisi kami yang baru pertama kali masuk sekolah, ternyata hari ini dipenuhi dengan pelajaran, pelajaran pertama adalah matematika, guru tersebut memperkenalkan diri dan berkata bahwa ia juga mengajar di sekolah lain. Setelah ia memperkenalkan diri, kami langsung memulai pembelajaran. Aku memiliki sedikit kemampuan di bidang matematika, jadi aku kira tidak ada salahnya untukku terus menjawab persoalan yang ditanyakan oleh guru dan begitu pula dengan pelajaran selanjutnya, guru memperkenalkan diri dan aku terus melahap segala pertanyaan guru, kelas ini sangat pendiam, entah mereka tidak bisa menjawab atau memang mereka malas untuk menjawab. Ketika aku maju untuk menjawab pertanyaan guru dari sudut kiri kelas, murid-murid lama berkumpul sambil melihat ke arahku. Aku kira itu hal yang normal di sekolah ini.

Bel jam istrahat telah berbunyi, salah satu murid lama mendekatiku sebelum aku keluar kelas dan mengajakku untuk mengobrol, aku tidak tahu apa aksud dari obrolan ini tetapi sepertinya asik bisa berkomunikasi dengan murid-murid lama di sekolah ini.

“Assalamu’alaikum, kamu radit yang dari sekolah negeri itu ya?” ucapnya sambil menarik kursi ke sebelahku

“Wa’alaikumsalam, oh iya salam kenal ya aku murid baru di sekolah ni”

“Aku hisyam, aku minta tolong beradaptasi dengan kondisi kelas ini ya”

Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia langsung pergi bersama murid-murid lama yang telah menunggunya di depan pintu kelas. Aku cukup bingung dengan apa yang dikatakannya, apakah itu sebuah sindiran atau peringatan, aku pun tidak tahu, aku kesampingkan pemikiran itu.

Beberapa jam berlalu, pelajaran berjalan seerti biasa, dimana guru-guru memperkenalkan diri dan memberikan soal, aku tidak tau apa yang dipikirkan oleh kelas ini, mengaoa mereka sangat pendiam, dan mengapa murid-murid lama terus melihatku dengan tatapan sinis. Hingga saat jam pulang tiba, mereka masih melihatku dengan tatapan itu. Aku pulang dan langsung menuju kelas Vikrom, satu-satunya teman yang aku kenal, aku bercerita tentang bagaimana kondisi kelas saat ini dan ternyata pada hari pertama masuk sekolah aku telah dijuluki oleh murid-murid lama dengan sebutan “Si Caper”. Jujur aku sedikit kaget dbingung, apakah aku melakukan hal yang salah? Tetapi aku kira normal saja apabila guru-guru bertaya dan aku menjawab, daripada tidak ada yang menjawab.

Keesokan harinya, julukan yang diberikan murid-murid lama itu mulai tersebar dalam satu angkatan kami, dan saat aku maju ke depan kelas, mereka mulai memanggilku dengan julukan itu, aku tidak keberatan dengan hal itu selagi mereka belum melewati batas. Hingga beberapa hari berlalu dimana pada hari itu kesabarnku mulai hilang, mereka terus memanggilku hingga hampir satu sekolah tau.

Pagi hari, disaat murid-murid sedang sarapan. Salah satu Hisyam beserta murid-murid lama lainnya datang menghampiriku. Jangankan berbicara, melihat batang hidungnya saja sudah membuatku muak dengan mereka. Aku memalingkan pandangan dari mereka, tetapi ada salah satu murid lama yang mendekatiku, lagi.

“Assalamualaikum Si Caper.” ucapnya sambil mengejekku

Aku hanya berfikir bahwa salam itu wajib untuk dijawab, jadi aku memilih untuk menjawab salam itu walaupun aku terlihat bodoh apabila menjawab sapaannya.

“Jadi gimana pelajaran di sekolah nanti? Mau caper ke guru mana lagi?”

Aku memilih untuk masih bersabar dan tidak menajawab pertanyaannya, hingga seluruh murid-murid lama itu ikut mengejek dan mentertawakan diriku, disaat itulah kesabaranku telah hilang. Semua kata-kata kotor keluar dari mulutku, aku seperti mengeluarkan seluruh amarah yang ingin aku keluarkan. Ia pun juga mulai kesal saat aku berate seperti itu.

“Kek mana kalo kita selesain malam ni.” ucapnya sambil menanatangku, dan aku yang merasa tertantang pun menerima tantangannya tanpa banyak fikir.

Bel sekolah telah berbunyi, murid-murid sudah masuk ke dalam kelas, tetapi aku tidak melihat para murid murid lama di kelas itu, sepertinya mereka ingin merencanakan seusatu yang besar malam ini. Sejujurnya aku tidak memperdulikan mereka, dan fokus dengan pelajaran seperti biasanya.

Pagi menuju malam serasa cepat sekali hari ini, aku cukup tenang hari ini karena tidak bertemu dengan murid-murid lama itu, saat aku ingin menuju ke kamar asrama, hisyam datang menemuiku dan berbincang layaknya seorang teman dekat, lagi-lagi aku tidak tau apa yang direncanakan olehnya. Dan tanpa tersadar aku pun tenggelam di dalam topic pembicaraannya, ia banyak menanyakan masalah tadi pagi, aku yang awalnya berhati-hati berbicara kepadanya, perlahan mengeluarkan segala sesuatu yang ingin aku bicarakan kepada murid-muri lama.

“Kamu jangan gitu dong, kamu harus lebih sabar lagi dan harus lebih bisa beradaptasi di sekolah ini, nanti aku coba omongin sama temenku supaya kalian bisa nyelesain hal ini secara baik-baik”

 

Aku percaya saja dengan perkataannya, dan sepertinya aku memang harus lebih sabar dengan keadaan, tetapi di dalam pikiranku bertanya Tanya, “apakah ia merasakan apa yang aku rasakan?”, tetapi aku kesampingkan pemikiran itu dan hanya mendengarkan apa yang dikatakan oleh hisyam.

Adzan sholat magrib berkumandang, seluruh murid sekolah berkumpul di masjid, dan itulah kali pertama aku melihat murid-murid lama berkumpul pada hari itu, Aku duduk jauh dari mereka, dan aku melihat Hisyam seperti sedang membicarakan masalah tadi pagi dan sepertinya memohon untuk menyelesaikan masalah ini secara baik-baik, tetapi yang kulihat seluruh murid lama sekolah itu sepertinya menolak dan lebih memilih untuk menyelesaikannya dengan cara mereka.

Pukul sebelas malam, seluruh siswa pulang dari masjid menuju asrama. Sesampai di asrama aku tidak melihat murid-murid lama itu di kamar asrama, padahal jam segini kami sudah diwajibkan untuk berada di dalam asrama. Satu jam kemudian, disaat seluruh lampu asrama telah dimatikan, Hisyam beserta murid-murid lama lainnya memasuki kamar kami dan kebetulan sebagian isi kamar telah tertidur lelap.

“Jadi mau kita selesain sekarang?” ujar salah satu murid lama yang aku marai tadi pagi

Aku baru ingat, namanya Ridho, ia salah satu murid lama dari sekolah ini yang katanya cukup berprestasi dalam bidang olahraga. Aku berdiri dari tempat tidur, sebelum aku ingin menyelesaikan masalah bersamanya, para murid-murid lama itu memastikan seluruh teman temannya dari kamar berbeda telah masuk ke dalam kamarku untuk menonton kami. Seuruh teman-teman di dalam kamrku pun ikut terbangun karena keributan yang telah mereka perbuat. Pintu telah dikunci dan lampu telah dimatikan, tanpa piker panjang lagi aku langsung menerima tantangan darinya.

“Pastikan kau ngga melapor ke guru tentang peristiwa mala mini” ucapnya sambil dibantu dengan teman-temannya yang sedang menonton. Aku pun setuju dengan gertakannya dan aku menggertaknya balik

“pastikan juga kau ngga melapor ke guru dan pastikan nama aku bersih setelah kejadian ini” gertakku balik

Hisyam maju ke antara kami, ia tidak membelaku dan tidak berbicara denganku layaknya teman deperti tadi sore, ia malah makin memanaskan keadaan kami dan bersikap layaknya wasit dalam pertandingan tinju. Jam telah menunjukkan pukul  dua belas malam, akhirnya aku memutuskan untuk tidak menyelesaikan masalah ini dengan cara baik-baik, tapi lebih memilih menyelesaikan masalah ini secara emosi dan perkelahian, begitu juga dengan Ridho, teman-temannya pun semakin memanaskan keadaan kami. Aku tidak memikirkan apapun malam itu, aku tidak memikirkan kamar sebelah yang mendengar, aku tidak memikirkan apakah asrama dibelakang asrama kami yang berisi adik kelas juga mendengar perkelahian kami, aku hanya berfikir apapun yang terjadi, aku harus menyelesaikan masalah malam ini juga, agar aku dapat belajar dengan tenang kedepannnya.

Selang setengah jam kemudian, senior kami yang bertugas menjaga keamanan asrama mendengar kejadian itu dan langsung menggedor pintu kamar kami, ridho dan para murid lama segera kembali ke temat tidur untuk bersembunyi dan aku pun juga ikut kembali ke tempat tidur.

“kenapa tadi ada suara ribut di kamar ini?” sambil menepuk pintu kamar kami

Kami semua memilih untuk diam dan tidak menjawab pertanyaan senior kami itu. Mata senior satu itu memandang sinis ke arahku, karena mataku yang mulai memerah.

“mata kau kenapa merah?” aku masih memilih untuk diam.

“apapun yang terjadi mala mini abang akan cari tau kejadiannya, dan abang beserta petugas keamanan yang lain akan memberi efek jera kepada kalian”

Senior kami keluar dari kamar asrama, keadaan di dalam asrama masih tegang dengan apa yang kami lakukan tadi. Akhirnya aku dapat berfikir jernih, aku datang ke tempat tidur Ridho dan memninta maaf kepadanya, aku mengakui kesalahanku karena tidak bisa menahan diri dan telah berbicara kotor kepada mereka, mereka pun juga meminta maaf kepadaku karena telah mengejek dan menjulukiku dengan sebutan “Si Caper”, kami telah memutuskan untuk tidak membicarakan kejadian malam ini kepada siapapun.

Keesokan harinya, saat sarapan pagi, banyak siswa ang bertanya-tanya tentang keributan yang berasal dari asrama kami tadi malam, aku hanya mendengarkan perkataan mereka pagi itu, Vikrom pun bertanya kepadaku apa yang telah terjadi dari kamarku tadi malam, dan aku lagi-lagi memilih untuk diam dan tidak membocorkan masalah tadi malam. Saat apel pagi, pembina apel kami pun menyindir masalah berkelahi, banyak guru-guru yang membicarakan keributan tadi malam, dan sepertinya keributan tadi malam telah menjadi topik panas hari ini. Guru-guru di sekolah pun juga membicarakan masalah itu, tetapi aku dan rombongan Ridho masih memilih untuk diam. Hingga sore hari, kami berdua dipanggil untuk mengadap ke guru bimbingan konseling, aku dan Ridho telah berjanji untuk tidak membicarakan masalah ini kepada siapapun, tetapi entah darimana guru bimbingan konseling itu mendengar fakta tentang perkelahian tadi malam, yang pastinya ia sangat marah dengan kami berdua dan memutuskan untuk memberikan kami surat peringatan satu agar kami mendapatkan efek jera atas apa yang tekah kami perbuat. Aku tidak menebak nebak siapa orang yang telah melaporkan kepada guru, yang ada dalam pikiranku hanya satu, senior keamanan yang melihat mataku tadi malam.

Sepulang kami dari ruang bimbingan konseling, kami telah ditunggu oleh senior keamanan, dan kami berdua dimarahi habis oleh senior satu itu, tetapi dari kejadian ini, hubunganku dengan rombongan Ridho yang dulu aku panggil dengan sebutan “Murid-murid lama” semakin erat, memang benar kata-kata orang dahulu

“Suatu masalah terkadang akan membuat hubungan seseorang lebih erat dan saling mengenal satu sama lain.”

Setelah kejadian hari itu, aku jadi lebih sering bermain bersama mereka, bolos saat jam pelajaran, dan kami hanya memikirkan bahwa sekolah adalah hal sampingan yang harus dilakukan. Hingga salah satu teman ridho membuat kesalahan yang tidak bisa aku maafkan, ia mulai lagi untuk mengejek dan merendahkanku, aku berniat untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang sama saat aku berhadapan dengan ridho, tetapi orang tua ku telah mendengar tentang kenakalanku di sekolah itu lebih dulu sebelum aku dapat menyelesaikan masalah bersama teman Ridho, aku dipanggil lagi oleh guru bimbingan konseling dan mereka membicarakan masalah kenakalanku di sekolah itu bersama orang tua ku, di ruang vimbingan konesling, ibuku sempat menangis mendengar segala kasus dan perbuatan yang telah aku lakukan di sekolah itu, sejujurnya aku sangat panik dan ingin menangis saat melihat ibuku menangis di hadapanku, beruntungnya aku tidak mendapatkan surat peringatan lagi oleh guru bimbingan konseling tetapi orang tua ku memutuskan untuk mengeluarkanku dari sekolah itu karena banyak kasus yang telah kuperbuat.

Ridho, Hisyam bersama teman-temannya yang lain meminta maaf atas perbuatan yang telah mereka perbuat dan memberi salam perpisahan denganku, tetapi aku tidak melihat teman ridho yang telah merendahkanku. Aku tidak memiliki kewajiban untuk mencarinya dan tanpa pikir panjang aku melangkah keluar dari sekolah itu dan memutuskan untuk memulai kehidupan baru dengan cara yang baru. Aku sangat bersyukur atas segala keneangan tentang kesenangan, kesedihan, dan segala sesuatu yang Allah telah berikan kepadaku di sekolah itu, banyak pelajaran yang bisa kudapat mulai dari berfikir dewasa, menjaga perkataanku, mengatur emosiku, mengahrgai sesama, tidak membesarkan sesuatu yang kecil, dan aku juga belajar bahwa

“Tidak semua masa lalu yang buruk melahirkan manusia yang buruk pula, segala sesuatu itu tergantung bagaimana cara seeseorang menyikapinya”

Aku bukan manusia manusia yang baik dan tidak memiliki masa lalu yang baik pula, tetapi masa lalu itulah yang mendorongku untuk menjadi lebih baik, dan aku bermimpi untuk dapat mebayarkan air mata ibu dengan kesuksesanku di masa depan.

 

 

 

 

Bersambung

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pudi-pundi Cinta Oleh Arum Kinasih

  Ini tentang aku, tentang aku yang sempat begitu rapuh. Tentang aku yang sempat lupa cara bangun setelah jatuh. Tentang aku yang sempat menjadi putus asa. Tentang aku yang sempat tak pandai bersyukur. Tentang aku yang sempat begitu egois. Tentang aku yang teramat takut kehilangan. Tentang aku yang sepi, tentang aku yang sempat berhenti, tentang aku yang teramat merindukan seorang. Banyak yang bilang cinta bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan. Bagiku kehilangan seorang yang telah menjadi bagian dari jalannya kisah hidupku jauh lebih menyayat. Cerita ini dibuat bukan untuk disesali lagi dan lagi. Cerita ini ditulis bukan semata-mata untuk mengingat saat-saat berat itu. Cerita ini ada untuk diambil banyak pelajaran yang Allah selipkan didalamnya. Berpuluh-puluh kilo meter nan jauh disana, entah dibagian bumi sebelah mana; atau bisa jadi hanya berjarak sejengkal dari tempat raga ini berdiri. Banyak yang menangis tanpa jeritan, banyak yang terpukul merasa pura-pura tidak kesakit...

Destiny Oleh Ryka

Ryka Cosette, itulah nama yang diberikan dari kedua orang tuaku, namaku merupakan doa dan harapan dari mereka untukku dengan memiliki arti pemimpin yang berparas cantik dan cerdas. Namun apakah nama tersebut akan terwujud di kehidupanku saat ini? Mungkin belum, akan tetapi aku tetap bersyukur atas pemberian nama indah tersebut dari orang tuaku. *** Kisah ku ini bermula disaat aku menginjak Sekolah Menengah Pertama atau SMP, aku tidak bersekolah di SMP biasa namun aku bersekolah di Madrasah Tsanawiyah atau yang biasa disingkat dengan MTs. Aku memilih masuk MTs karena mengira akan memiliki pengajaran agama yang sama kuat dengan sekolahku sebelumnya, walaupun pengajaran agama di sana tidak seberapa itu tidak apa – apa karena masuk ke MTs tersebut tidak mudah dan bersaing dengan siswa siswi dari SD lain, dan beruntungnya aku lulus dengan nilai biasa saja di MTs tersebut. Saat aku memasuki sekolah tersebut emang sekolahnya memiliki lapangan yang luas, namun saat aku memasuki kelas...

‘Kisah hidupku (WARNING: 80% fiksi)’ Oleh Nur Alifiyah

Namaku Fifi, umurku 16 tahun. Di kesempatan kali ini aku akan menceritakan beberapa kisah yang terjadi di hidupku. Hidupku ini sedikit konyol, namun memiliki keseruan tersendiri untuk diingat kembali, walaupun agak sedikit cringe . Aku harap kisah ini dapat menghibur kalian semua, dan jangan lupakan kutipan; ‘don’t judge a story by its first paragraph’. Mari kita mulai. Di suatu pagi yang cerah, aku bangun. Saat itu pukul enam lewat tiga belas, jadi aku segera merapikan tempat tidurku, dan membersihkan diri. Setelah semuanya selesai, jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Aku segera bergegas ke motor Supra XX ku yang sudah dimodif sedemikian rupa. Aku menuju ke lapangan MTQ yang tidak jauh dari rumahku dengan kecepatan sedang-sedang saja, masih pagi jangan recok. Setelah sampai di lapangan MTQ, aku memarkir motorku dan melepas helm bogo ayam jago ku. Hari ini aku akan membuat KTP fek untuk kebutuhan pinjol. Aku pun memasuki kantor pembuatan KTP, masih sepi ternyata. Sepertinya di kant...